GARUDA SILVA DALAM METAMORFOSIS KELEMBAGAAN
Oleh: Faridh Almuhayat Uhib Hamdani, S.Hut, M.Si
Garuda Sylva (Garsi) merupakan salah satu non government organisation (NGO) yang berdiri
tanggal 5 Januari 2002 oleh para alumni manajemen hutan (MHT) Universitas Lampung dan
tercatat secara resmi oleh notaris Soekarno nomor 01 tanggal 2 Februari 2002. Pendirian
tersebut dilatar belakangi oleh keprihatinan para alumni kehutanan Unila terhadap kondisi
kehutanan dan lingkungan hidup pada saat itu, dimana banyak terjadi kerusakan dan
penurunan kualitas lingkungan hidup sejak meletusnya reformasi tahun 1998. Dengan
berdirinya Garsi maka idealisme sebagai rimbawan akan terus terjaga dan sekaligus sebagai
bentuk aktualisasi diri para alumni di bidangnya.
Pada bulan April 2015 Garsi melakukan musyawarah anggota (MA) ke-IV dan merubah status
lembaga dari lembaga swadaya masyarakat (LSM) menjadi perkumpulan. Hal tersebut
dilandasi dengan semangat membangun pergerakan lembaga yang lebih progresih baik di
bidang kehutanan dan lingkungan hidup maupun dibidang usaha lainnya untuk keberlanjutan
lembaga. Selama ini Garsi memiliki peran-peran penting dalam pengelolaan lingkungan hidup
dan kehutanan di Indonesia khususnya di Propinsi Lampung yang telah lama menjadi brand
lembaga yaitu peran dalam bidang kehutanan yang dikemas dengan peran “konservasi
(conservation)” dalam arti luas, bidang lingkungan hidup (environment), dan pemberdayaan
masyarakat (community development).
Oleh karena itu, Garsi dengan brand-nya tersebut harus dapat turut andil dalam ketiga bidang
tersebut secara total dengan memanfaatkan sumberdaya yang ada. Disisi lain Garsi perlu juga
memperhatikan kapasitas sumberdaya manusia (SDM) yang ada, dimana selama ini masih
mengandalkan kekuatan internal yaitu dengan latar belakang kehutanan baik mahasiswa
kehutanan maupun sarjana kehutanan. Setidaknya sisi lain tersebut menjadi bagian kecil dari
pekerjaan rumah Garsi untuk terus berbenah baik secara internal maupun eksternal agar
peran-perannya teroptimalkan.
Catatan Kaki Garsi
Garsi pada tahun 2016 ini telah berumur ke-14 tahun dengan melewati 3 era kepemimpinan
yaitu era kepemimpinan Ahmad Hendri Gunawan (2002–2008) , Irhandi Juanestvan (2008–
2010), Faridh Almuhayat Uhib Hamdani (2010–2015). Beberapa catatan penting secara
kelembagaan di masing-masing era tersebut yaitu:
1. Ahmad Hendri Gunawan (2002–2008)
a. Belum terbentuknya organisasi ikatan alumni kehutanan Unila, sehingga Garsi pada
saat itu adalah tempat berkumpul dan berhimpunnya para alumni kehutanan Unila.
b. Garsi menyatakan berdiri dengan status sebagai LSM Kehutanan dan Lingkungan
Hidup di
Provinsi Lampung
c.Landasan berfikir dan bergerak hasil kristalisasi selama berproses di akademik
kampus, lembaga kemahasiswaan (Himasylva dan Sylva Indonesia), dan pengalaman
individu di berbagai organisasi.
d. Jaringan terbentuk karena didukung isu kehutanan dan lingkungan hidup yang pada
saat itu banyak LSM lokal dan LSM internasional yang masuk dengan berbagai macam
proyek.
e. Kontribusi secara kelembagaan, Garsi lebih banyak dalam bidang kehutanan seperti
berkontribusi dalam pemberdayaan masyarakat di sekitar TN, studi konservasi satwa
di TN, pengembangan jasa lingkungan dan ekowisata di TN (LPJ Garsi, 2008). Hal
tersebut tidak lepas dari kuatnya pengaruh pola fikir dan gerak konservasi yang telah
dilalui para pengurus dan anggota Garsi di perkuliahan.
f. Kendala yang dihadapi yang coba penulis rangkum bagi internal dan eksternal Garsi
menurut LPJ Garsi (2008) yaitu:
1) Kondisi internal antara lain, (a) Kurangnya
profesionalisme kerja setiap individu, (b) Minimnya sumberdaya anggota, (c)
Kurangnya koordinasi dan komunikasi diantara pengurus, (d) Kurangnya loyalitas
anggota terhadap lembaga, (e) Rentan konflik antar anggota dan pengurus.
2) Kondisi
ekternal antara lain, (a) Sosialisasi dan ekposes kurang optimal dan berdampak pada kurang dikenalnya Garsi sebagai lembaga yang berjuang untuk lingkungan dan
masyarakat, (b) Terbatasnya kemampuan finansial.
g. Dalam sumbangsih pemikiran bagi tatakelola kehutanan dan pengelolaan lingkungan
hidup dilihat dari track record belum banyak dilakukan Garsi secara lembaga, disisi lain
peran strategis sesuai status sebagai LSM seharusnya dapat dijalankan.
h. Transfer knowladge dan share informasi secara kolektif belum merata dan dirasakan
antar anggota.
2. Irhandi Juanestvan (2008–2010)
a. Pengkaderan keanggotan dijalankan secara kontinyu. Hal ini menjadi titik point
kekuatan kolektif sebagai LSM.
b. Isu kehutanan di tangkap dengan membuat program-program jangka panjang melalui
pengajuan kerjasama, proposal (Dokumen Kesekretariatan Garsi 2008–2010)
c. Penataan organisasi melalui tertib administrasi kelembagaan dilakukan pengurus
d. Meletakkan pondasi pemikiran diinternal Garsi bahwa LSM perlu melakukan
pekerjaan sesuai dengan bidang dan perlunya menjalankan usaha untuk sustainable
keuangan lembaga. Hal tersebut tercetus dari pengalaman selama beberapa tahun
kepengurusan.
e. Transfer knowladge dijalankan melalui sistem pengkaderan. Pengkaderan Garsi
dilakukan dengan perekrutan anggota secara resmi dan seleksi serta diumumkan
sesuai dengan hasil penilaian dan kriteria yang dibutuhkan lembaga.
f. Garsi mewadahi anggota melalui pembentukan kelompok-kelompok minat. Hal ini
dapat menopang keberlanjutan pengkaderan dan jalannya organisasi melalui
keaktifan anggota di lembaga Garsi.
g. Kendala yang dihadapi Garsi (Hasil Wawancara, 2010) yaitu:
1) Kondisi internal, (a)
Anggota Garsi banyak yang bekerja, (b) SDM belum banyak, (c) Potensi anggota sebenarnya dapat diandalkan, (d) Budaya ilmiah belum banyak berkembang, (e)
Kurangnya kepercayaan diri anggota sebagai LSM, (e) Kondisi finansial belum stabil.
2)
Kondisi Ekternal, (a) Belum banyak melakukan kerjasama dengan LSM lain, (b) Banyak
jaringan individu yang dikenal di luar, bukan secara lembaga Garsi.
h. Organisasi vakum seiring banyak anggota yang banyak yang bekerja dan sekretariat
Garsi yang habis masa kontrak.
i. Transisi kepemimpinan belum berjalan sesuai ketentuan lembaga dan terkesan
dipaksanakan.
3. Faridh Almuhayat Uhib Hamdani (2010–2015)
a. Garsi mulai bangkit dari kevakuman dengan pengurus yang fresh graduate yang
berbekal dari jaringan kampus, lembaga kemahasiswaan, dan ekternal.
b. Kerjasama dan joint program dengan Kementerian Lingkungan Hidup, konsultan, LSM
(lokal, nasional, dan lembaga donor), pemberdayaan masyarakat.
c. Tertib administrasi lembaga, publikasi media masa berjalan, serta melegalkan
kelembagaan di Kesbangpol Provinsi dijalankan.
d. Pembuatan media informasi melalui website, media sosial, pembuatan rekening
lembaga, dan kartu keanggotaan
e. Garsi mewadahi anggota melalui pembentukan kelompok-kelompok minat.
f. Kendala yang dihadapai Garsi dalam LPJ tahun 2015 yaitu:
1) Kondisi internal, (a)
Banyak anggota dan pengurus Garsi yang bekerja sehingga Garsi kehilangan
sumberdaya manusia, (b) Kurangnya koordinasi dan komunikasi diantara pengurus
dan anggota, (c) Budaya ilmiah belum banyak berkembang, (d) Belum
berkelanjutannya program-program yang telah dilakukan, (e) Komando pelaksanaan
program kegiatan masih bersifat sentralistik dari Direktur, sehingga belum banyak
inisiatif pengurus dan anggota untuk menjalankan lembaga, (f) Individu kurang
percaya diri sebagai LSM Garsi.
2) Kondisi Eksternal, (a) Belum banyak melakukan
komunikasi aktif antar LSM dan organisasi di bidang kehutanan dan lingkungan hidup,
(b) Berjalannya lembaga sesuai dengan kondisi idealnya LSM belum dapat dilakukan
karena keterbatasan pengalaman dan jaringan yang dimiliki anggota. (c) Garsi belum
show up kepublik secara optimal.
g. Kontribusi dalam pemikiran kehutanan dan lingkungan hidup berupa Opini di media
masa di Lampung berjalan, namun masih sebatas oleh Direktur Eksekutif belum
dilakukan oleh pengurus dan anggota Garsi.
h. Garsi merubah status dari LSM menjadi perkumpulan, perubahan banyak dilakukan
oleh anggota Garsi yang telah memiliki pengalaman di LSM lain.
Catatan kaki dari era ke era kepemimpinan Garsi diatas setidaknya menjadi lesson learn untuk
Garsi dimasa yang akan datang. Point penting catatan diatas bahwa lembaga Garsi memiliki
permasalahan yang berulang-ulang baik internal maupun eksternal. Secara internal masalah
penting yaitu SDM yang kurang konsisten tehadap bidang yang digeluti dan masih sebatas
melihat orang/lembaga lain bekerja dibidang yang seharusnya Garsi lakukan. Disisi lain
wilayah (maping area) untuk melakukan riset dan uji coba/aksi nyata dilapangan belum
optimal karena permasalahan kurangnya data dan informasi yang dimiliki. Secara eksternal permasalahan jaringan dan finansial lembaga Garsi belum dioptimalkan karena individu tidak
bermain dengan enjoy dengan lembaga lain ditingkat lokal.
Garsi dalam Pusaran Isu Kehutanan dan Lingkungan Hidup
Perkembangan agenda global dalam bidang kehutanan dan lingkungan hidup semakin
berkembang pesat dan tidak hanya sekedar yang diketahui seperti bagaimana ilmu kehutanan
dipelajari dan digunakan, namun berkembang hingga tataran kebijakan. Diskursus
penggunaan ilmu kehutanan untuk menyelesaikan permasalahan lingkungan hidup semakin
panjang dan menuai berbagai perdebatan. Hingga tidak jarang bidang kehutanan menjadi
korban atas kejahatan lingkungan hidup atas nama bisnis skala besar. Maka dalam tataran ini
telah banyak peneliti, LSM/NGO lokal dan nasional bahkan internasional masuk ke ranah
sensitif bidang yang kita geluti, dengan kata lain kita sebagai rimbawan yang berhimpun
dengan nama “Garsi” belum memanfaatkan idealisme dan ilmu yang dimiliki untuk
melakukan kerja-kerja di bidang yang menjadi dasar pembentukan pola fikir dan tindakan. Hal
yang mengherankan bagi Garsi ketika belum dapat melakukan aksi-aksi di bidang yang digeluti
untuk setara dengan LSM lainnya. Aneh bukan?
Pusaran isu dibidang yang kita geluti berkembang pada pusaran kebijakan dan konsep yang
jika ditelusuri masih diawang-awang karena terbatasnya SDM Garsi untuk mengakses data
dan informasi tersebut, sebagai contoh bagaimana program REDD+ yang saat ini di gadanggadang
KLHK sudah mencapai tahap implementasi dengan percobaan carbon trade di Provinsi
Kalimantan Timur. Bagaimana proses panjang tersebut dilakukan? Bagaimana
penghitungannya? Bagaimana kelembagaan dan operasionalnya? Bagaimana penanganan
masalah-masalah di lapangan yang terjadi?. Begitu juga dengan perkembangan hutan
kemasyarakatan (social forestry) seperti HKm, HTR, HR, HD, HA dan telah sejauh mana
pemerintah pro terhadap masyarakat sekitar dan dalam kawasan hutan khususnya di
Lampung? Bagaimana Garsi masuk dalam pusaran isu tersebut? Maka perlunya peningkatan
kapasitas SDM Garsi untuk melakukan kerja-kerja dibidang yang digeluti membutuhkan
kesabaran dan kekonsistenan, sehingga selama ini sangat wajar jika SDM Garsi banyak yang
tidak komitmen terhadap lembaga alias “hanya tempat sementara untuk aktualisasi” karena
Garsi dalam hal ini individu-individu belum berusaha untuk mencapai “maqom” dessicion
maker di keprofesiannya (rimbawan) melalui lembaga Garsi.
Upgrade potensi SDM Garsi harus segera dilakukan untuk mendapatkan kapasitas lembaga
yang profesional. Namun juga tidak harus menghilangkan “jiwa kekeluargaan” ketika
profesionalisme itu dicapai. Banyak lembaga yang dibentuk dan dijalankan pada awal
perjuangan dengan kebersamaan dan kekeluargaan, namun perjuangan tersebut banyak
yang tergadaikan karena proyek-proyek sesaat yang memang secara lembaga akan
terkenal/eksis namun secara hubungan kekeluargaan hilang tergantikan dengan sekelompok
anggota yang merasakan kenikmatan proyek-proyek tersebut. Garsi jangan sampai terjadi hal
yang serupa, setidaknya keseimbangan diantara keduanya yaitu kekeluargaan dan
keprofesionalan tetap terjaga sehingga Garsi tidak tergerus dan ditinggalkan oleh kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang kehutanan.
Momentum Perubahan Garsi
Setelah berubahnya Garsi dari LSM menjadi Perkumpulan, seharusnya membawa perubahan
secara sumberdaya manusia maupun secara lembaga. Perubahan tersebut setidaknya mulai
direncakan sejak dilakukannya evolusi status lembaga, sebab tanpa ada perencanaan yang
matang mustahil Garsi dapat setara dengan lembaga-lembaga lain. Maka pemikiran bersama,
dan aksi bersama harus di jadikan budaya ilmiah di lingkungan Garsi sehingga kemajuan
lembaga dapat terlihat secara kolektif. Memang catatan penting perubahan Garsi dari LSM
menjadi perkumpulan harus diakui dari beberapa anggota Garsi sebagai pemikirnya, namun
kemudian tidak dibarengi dengan transfer knowladge oleh anggota Garsi itu sendiri. Maka
dalam pandangan ini saya mencatat bahwa perubahan lembaga membutuhkan sumberdaya
yang konsisten dan berani untuk melakukan pergerakan (movement) dalam bidang yang
dimiliki serta percaya diri dengan fakta yang harus dibangun oleh lembaga Garsi untuk
dijadikan data dan informasi awal agar dapat bersuara mengenai bidang tersebut baik
permasalahan maupun solusinya.
Masalah kehutanan dan lingkungan hidup terus berkembang dan terkadang mengulang
permasalahan yang telah lalu. Maka Garsi membutuhkan sikap dalam mengkonsistenkan diri
untuk mengawal permasalahan tersebut dengan kritis dan terdokumentasikan secara baik
dari waktu kewaktu. Menentukan prioritas diantara prioritas yang harus dilakukan setidaknya
dapat dikemukakan oleh para pengurus Garsi saat ini kepada publik, sebab masih ada tempat
untuk beraktualisasi bagi Garsi dalam upaya pengelolaan kehutanan dan lingkungan hidup di
Provinsi Lampung. Selain itu masih banyak hal yang dapat dilakukan selama masa-masa
transisi saat ini, terkadang apa yang telah dilakukan dianggap remeh oleh orang lain akan
tetapi jika hal tersebut terus dan terus dilakukan oleh Garsi maka orang yang menganggap
remeh suatu saat akan kagum dengan apa yang kita lakukan.
SUMBER BACAAN
Laporan Pertanggung Jawaban Pengurus Garsi Periode 2002–2008.
Laporan Pertanggung Jawaban Pengurus Garsi Periode 2010–2015.
Catatan Wawancara dengan Direktur Eksekutif Garsi 2008–2010.
Tidak ada komentar