Mempertahankan Lingkungan Hidup dengan Green Constitution
Oleh Faridh Almuhayat Uhib H., S.Hut.
(Direktur Eksekutif Garuda Sylva (Garsy)
2010-2012; Koordinator Forum Komunikasi Kader Konservasi Indonesia
(FK3I) Lampung 2010-2014)
Indonesia sampai kini masih dijuluki Negara Agraris yang memiliki sumber daya alam (SDA) melimpah, baik hutan, tambang dan mineral, maupun laut. Seiring kemajuan teknologi, Indonesia harus melakukan transisi dari negara berkembang menjadi negara maju. Sehingga, banyak sekali kebijakan-kebijakan yang justru menjadikan SDA kita rusak.
HAL
tersebut terjadi karena belum pahamnya para pemangku kepentingan di
negeri ini yang memiliki dasar pengetahuan yang kuat tentang bagaimana
mengelola ekosistem bentangan alam yang unik, di mana disebut dengan
tanah air Indonesia. Kebijakan yang tidak berpihak kepada lingkungan
akan menyebabkan kehancuran sumber daya ekosistem seperti yang terjadi
beberapa negara di dunia. Seperti, Tiongkok, Jepang, dan negara-negara
Eropa yang telah mengalami fase transisi rusaknya SDA yang dimilikinya.
Melihat
kondisi bangsa kita yang sangat terancam daya dukung ekosistem dan
lingkungan hidupnya saat ini, langkah tepat untuk mengantisipasinya
yaitu harus ada konstitusi hukum-hukum lingkungan di mana harus dibuat
guna mendukung tata pemerintahan yang baik (good governance). Yaitu
dengan mewujudkan konstitusi hijau (green constitution). Sehingga,
pemahaman akan pentingnya jaminan lingkungan hidup dapat dipahami semua
kalangan. Baik politisi, birokrasi, akademisi, aktivis, mahasiswa,
maupun masyarakat luas.
Green Constitution
Kata
green sudah banyak didengar oleh masyarakat Indonesia. Dan, stigma kali
pertama yang muncul ketika dengan kata green yaitu berhubungan dengan
lingkungan hidup. Sebagai contoh dalam kampanye menanam ’’go green’’,
dalam kampanye ekonomi belakangan ini dengan kata ’’green economy’’,
bahkan sampai pada tataran lembaga politik seperti partai hijau ’’green
party’’, dan masih banyak istilah menggunakan kata green.
Namun,
green constitution sebenarnya sudah lama menjadi bahasan-bahasan di
berbagai negara yang menginginkan adanya perlindungan akan SDA dan
lingkungan hidup untuk keberlangsungan hidup manusia. Sejak 1970-an
penuangan kebijakan lingkungan hidup telah dilakukan oleh negara-negara
barat. Seperti, di Portugal pada 1976, Spanyol 1978, Polandia 1997,
Ekuador 2008, dan Prancis 2004.
Pengertian green constitution
pada intinya memiliki makna bahwa suatu negara harus memiliki kebijakan
dan hukum yang lebih pro terhadap lingkungan hidup. Mengingat, kesadaran
akan pentingnya daya dukung lingkungan terhadap kelangsungan hidup
manusia sangat penting.
Jika menelisik secara sekilas bangsa
Indonesia sebenarnya telah memiliki konstitusi hijau sejak lama, para
funding fathers bangsa Indonesia telah lebih dahulu memahami tentang
norma-norma lingkungan yang harus diadakan di dalam konstitusi negara,
walau tidak secara eksplisit tidak seperti pada konstitusi negara lain.
Seperti
dalam pasal 28 dan pasal 33 UUD 1945 walau amandemen pasal tersebut
telah mengalami beberapa perubahan. Namun yang pada intinya mengacu pada
kelestarian lingkungan hidup dan prinsip demokrasi serta berkeadilan.
Pertanyaannya adalah apakah konstitusi bangsa kita jika disandingkan
dengan konstitusi bangsa-bangsa lain sudah lebih bernuansa hijau?
Belajar
dari sejarah panjang bangsa-bangsa yang memperjuangkan kedaulatan
lingkungan hidup dan SDA-nya, tentu bangsa kita harus lebih cerdas untuk
menghasilkan kebijakan-kebijakan yang lebih baik untuk kemaslahatan
hidup orang banyak. sehingga, tidak mementingkan satu pihak saja. Tapi
juga kelangsungan, kesejahteraan, serta kenyamanan hidup orang banyak
dengan daya dukung lingkungan dan SDA yang ada saat ini. Di mana,
dikelola oleh negara dengan sebaik-baiknya dengan konsep green
constitution.
Indonesia Hijau
Bukanlah
bangsa agraris jika bangsa kita tidak hijau seperti halnya hutan
Indonesia ’’bak emas hijau’’ yang terpendam dari Sabang sampai Merauke.
Artinya bahwa bangsa Indonesia sangat kaya. Namun sekaya apa pun jika
tidak dikelola dengan cerdas, kita akan mengalami perjalanan buruk
seperti bangsa-bangsa maju yang telah mengalami fase kerusakan SDA-nya.
Prof.
Jimly Asshiddiqie menyatakan, dua hal penting yang diadopsi ke gagasan
UUD 1945 tentang Kekuasaan Pasca Perubahan Keempat pada 2002, yaitu :
(i) penegasan mengenai konstitusionalisasi kebijakan ekonomi, (ii)
peningkatan status lingkungan hidup dikaitkan dengan hak asasi manusia
yang dijamin oleh undang-undang dasar.
Terhadap yang pertama
dapat diketahui penegasan pada rumusan Bab XIV UUD 1945 yang semula
hanya berjudul ’’kesejahteraan sosial’’ sekarang sejak perubahan keempat
menjadi ’’perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial’’.
Adapun
yang kedua dapat dilihat dalam rumusan Pasal 28H ayat (1) yang
menentukan ’’Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,
bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat
serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan’’.
Sebenarnya sebelum
perubahan keempat pada tahun 2002, UUD 1945 memang sudah merupakan
konstitusi ekonomi (the constitution of economic policy atau economic
constitution), di samping kekuasaan tertinggi di negara kita adalah
rakyat, baik di bidang politik maupun ekonomi. Seluruh sumber daya
politik dan ekonomi dikuasai oleh rakyat yang berdaulat. Dalam pasal
tersebut telah tersurat bahwa lingkungan hidup memiliki tempat
tersendiri pada konstitusi bangsa Indonesia.
Sepakat atau tidak
sepakat bahwa konstitusi negara kita telah menempatkan lingkungan hidup
menjadi bagian penting dalam kehidupan sehari-hari untuk dijunjung
tinggi demi generasi yang akan datang. Tidak cukup dengan pasal 28 saja,
UUD 1945 Pasal 33 ayat (4) menegaskan adanya prinsip berkelanjutan,
’’perekonomian nasional diselenggarakan atas demokrasi ekonomi dengan
prinsip kebersamaan, efisien-berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan
lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan, kemajuan,
dan kesatuan ekonomi nasional’’. Apakah cukup dengan kalimat tersebut
kemudian sudah disebut sebagai konstitusi hijau?
Berkelanjutan
(sustainable) sangat terkait dengan wawasan pemeliharaan, pelestarian,
dan perlindungan lingkungan hidup yang sehat. Indonesia menjadi bagian
dari negara-negara di dunia yang juga telah memiliki visi jangka panjang
dengan menerapkan prinsip berkelanjutan dengan menerapkan pembangunan
yang berwawasan lingkungan.
Kata sustainable development
diperkenalkan oleh Rachel Carson melalui bukunya Silent Spring yang
terbit pertama kali pada tahun 1962 dengan konsep bahwa proses
pembangunan atau perkembangan diharapkan dapat memenuhi kebutuhan masa
sekarang tanpa membahayakan kemampuan generasi yang akan datang untuk
memenuhi kebutuhannya dalam memanfaatkan potensi sumber daya alam untuk
kehidupan.
Pembangunan berkelanjutan dalam pengertian yang
sederhana, Prof. Jimlly Asshiddiqie menyatakan bahwa pembangunan
berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup dapat dirumuskan sebagai
upaya sadar dan terencana yang memadukan lingkungan, termasuk sumber
dayanya, ke proses yang pembangunan yang menjamin kemampuan,
kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa sekarang dan generasi yang
akan datang.
Jika kita melihat kondisi pembangunan di Indonesia
saat ini yang hanya mementingkan kepentingan jangka pendek untuk
keuntungan sesaat saja, maka tindakan tersebut berpotensi merusak
potensi dan daya dukung lingkungan untuk generasi yang akan datang. Maka
jika hal tersebut tercermin dalam perumusan kebijakan dapat dikatakan
bertentangan dengan konstitusi kita yaitu UUD 1945. Namun pada
hakikatnya Indonesia telah banyak memiliki prinsip pembangunan yang
berkelanjutan dan pro-lingkungan. Seperti dalam UU No. 23 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup, Ketetapan MPR No. IV/MPR/1999 tentang
Garis-Garis Besar Haluan Negara, dan beberapa UU serta peraturan
pemerintah yang telah pro terhadap lingkungan.
Dari penjelasan di
atas sudah jelas bahwa pembangunan berkelanjutan dan berwawasan
lingkungan sebagai prinsip dalam kerangka demokrasi ekonomi sebagai
penyelenggaraan demokrasi perekonomian nasional. Perlu digaris bawahi
bahwa green constitution hadir sebagai sebuah kebutuhan akan pentingnya
lingkungan hidup untuk keberlangsungan kehidupan yang akan datang.
Konsep-konsep mengenai hal tersebut diejawantahkan dalam berbagai aspek
melalui legal formal kebijakan baik tersirat maupun tersurat. Seperti di
negara-negara lain seperti Polandia, Prancis, Portugal, dan Spanyol.
Indonesia
bagian darinya. Maka untuk menuju Indonesia hijau pematangan proses
pelaksanaan konstitusi tersebut harus dengan penuh kehati-hatian agar
perjalanan panjang sejarah bangsa menjadi negara yang berdaulat dalam
lingkungan hidup demi generasi yang akan datang tetap pada jalan yang
benar. Maka saatnya Indonesia sejajar dengan negara-negara yang
menerapkan green constitution dengan segala kekurangan dan kelebihan
yang dimilikinya. (*)
Diterbitkan di koran harian Radar Lampung Rabu, 3 Oktober 2012 | 00:24 WIB
Tidak ada komentar