Header Ads

GARSY PERSOALKAN RAPERDA TAHURA

BANDAR LAMPUNG (Lampost): LSM Garuda Sylva (Garsy) meminta Komisi II DPRD Lampung menjelaskan makna orang-orang baru yang tidak punya peluang mengelola Taman Hutan Rakyat Wan Abdurrahman agar tidak menimbulkan kerancuan pemaknaan objek tersebut.



"Harus diperinci orang-orang baru yang tidak boleh mengelola Tahura," kata Direktur Eksekutif Garsy Faridh Almuhayat Uhib H., di Bandar Lampung, Jumat (28-10), menanggapi Ketua Komisi II DPRD Lampung Ahmad Junaidi Auly.


Sebelumnya, Ahmad Junaidi Auly mengatakan pengelolaan Taman Hutan Raya (Tahura) Wan Abdurrahman berbasis kemasyarakatan, tidak membuka peluang orang-orang baru ikut mengelola. Hanya mereka yang selama ini peduli dengan taman tersebut yang dilindungi dalam rancangan peraturan daerah (raperda) yang sedang digodok Komisi II (Lampung Post, 27 Oktober.)


Junaidi mengatakan data LSM dan perorangan yang selama ini concern pada pelestarian Tahura ada di eksekutif, yaitu Dinas Kehutanan dan UPTD terkait. Dengan demikian, peluang munculnya orang-orang baru yang hanya ingin mencari keuntungan tanpa mengindahkan kelestarian hutan dapat diperkecil.


Menurut Faridh, seharusnya anggota DPRD Lampung yang tengah membahas Raperda Pengelolaan Taman Hutan Rakyat Wan Abdurrahman bersikap akomodatif dan komunikatif. Pengelolaan Tahura harus melibatkan banyak pihak, seperti masyarakat, LSM, mahasiswa, dan dinas-dinas terkait.


Sebelum membuat raperda, Faridh menegaskan sebaiknya Komisi II berkoordinasi dahulu dengan pihak yang concern terhadap keberadaan Tahura itu. Tujuannya agar tidak ada tumpang tindih kebijakan karena kewenangan bidang kehutanan masih berada di Pemerintah Pusat, sesuai dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor /98107/Kpts-II/2003 tentang Penyelenggaraan Tugas Pembantuan Pengelolaan Taman Hutan Raya oleh gubernur atau bupati/wali kota.


Begitu juga dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, antara lain ditentukan kewenangan di bidang konservasi masih menjadi kewenangan Pemerintah Pusat. Kemudian ditegaskan pula dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.


Menurut alumnus Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Pertanian Unila itu, pihaknya yang rutin ke Tahura Wan Abdurrahman merasa prihatin dengan kondisi taman hutan rakyat tersebut.


Tanpa menjelaskan lebih perinci tentang keperihatinannya itu, Faridh mengatakan Tahura adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan satwa yang alami atau bukan alami serta asli atau bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan umum sebagai tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, dan pendidikan.


"Permasalahan Tahura harus diurai satu per satu, bukan kebijakan-kebijakan sepihak apalagi oleh pihak yang tidak mengetahui kondisi lapangan. Maka butuh kolaborasi dalam pengelolaan Tahura agar dapat sesuai dengan tujuan bersama," kata Farid. (VER/K-1)

Diterbitkan di Koran Harian Lampung Post Sabtu, 29 Oktober 2011. Dapat dilihat di http://lampungpost.com/bandarlampung/13696-garsy-persoalkan-raperda-tahura.html

1 komentar:

  1. Lanjutkan perjuangan kalian wahai pra aktivis lingkungan dan kehutanan

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.